Selasa, 13 Agustus 2013

Apakah Egois dan Agresif Cemerlang ????

Sebuah penelitian menunjukkan kepribadian seseorang berkaitan erat dengan pengembangan kariernya di masa depan. Karyawan berkepribadian egois dan agresif mungkin tidak akan mendapat predikat sebagai karyawan paling disukai, tapi mereka cenderung memiliki karier cemerlang.
Sedangkan karyawan dengan kepribadian menarik dan ramah dinilai kurang menarik untuk memperoleh kenaikan jabatan. Karyawan tipe ini juga cenderung diabaikan untuk promosi jabatan. Peneliti menemukan, sifat agresif secara tersirat menunjukkan kekuatan, sementara altruistik dianggap sebagai kelemahan.
Riset dilakukan Kellogg School of Management, Stanford School of Business dan Carnegie Mellon University Tepper School of Business. Studi bertujuan mencari kepribadian yang berkaitan dengan kepemimpinan.
Dalam tiga rangkaian percobaan, peserta ditempatkan dalam kelompok. Para peneliti kemudian menganalisa perilaku yang mewakili mereka, bagaimana seseorang menjaga posisinya dan bagaimana mereka berkontribusi dalam kelompok.
Hasilnya, mereka yang berkepribadian ramah paling populer di kelompok. Namun, mereka juga dianggap paling lemah dan mudah ditipu. Sementara orang yang memiliki perilaku dominan dan agresif dipandang sebagai kepribadian ‘alfa’ atau seorang pemimpin.
Robert Livingston, dari Kellogg School, mengatakan, “Menjadi seorang yang egois membuat Anda tampak lebih dominan dan membuat Anda tampak lebih menarik sebagai seorang pemimpin, terutama ketika ada kompetisi,” katanya kepada Today. Dia menambahkan, “Di bawah sadar orang menyimpulkan kebaikan adalah sebuah kelemahan. ”
Livingston percaya, adanya kecenderungan agresivitas dengan kepemimpinan dapat menjelaskan alasan mengapa seseorang melakukan korupsi. “Orang yang cenderung bermoral, baik, dan prososial paling tidak mungkin dipilih untuk peran-peran kepemimpinan,” katanya.
“Itu meningkatkan kemungkinan bahwa korupsi dan penyimpangan terjadi karena kita memiliki pemimpin yang salah.”
Tapi, Rob Kaplan, mantan Direktur di Goldman Sachs dan profesor di Harvard Business School, tidak setuju dengan konsep tersebut. “Saya tidak percaya bahwa orang bermental buruk menghabiskan waktu untuk menjadi seorang pemimpin. Saya percaya yang terjadi adalah sebaliknya.”
Dia menjelaskan, nilai-nilai ideal paling banyak pada calon pemimpin. “Saya tidak menyarankan agar Anda menjadi orang baik untuk menjadi seorang pemimpin. Tapi, saya pikir Anda harus memiliki integritas, nilai, dapat bekerja dengan orang lain, dan menumbuhkan potensi orang,” katanya.

Pentingnya Etika Dalam Kehidupan Kita



Jika membicarakan budaya berarti kita harus memakai berbagai sudut pandang karena budaya adalah sebuah kata yang terkandung dalam banyak hal sehingga memiliki pengartian yang beranekaragam, namun semua pengartian tersebut tidak dapat disalahkan. Mengingat pentingnya posisi budaya dalam kehidupan manusia maka tercetuslah sebuah sikap yang menghargai dan mematuhi budaya guna menciptakan dan menjaga norma dan kondisi sosial kemasyarakatan sehingga berjalan dengan harmonis dan serasi.

Dan saat ini berbagai cara dilakukan untuk bias melestarikan budaya, diantaranya dengan membangun tradisi mengikuti sekolah kepribadian di beberapa negara seperti Inggris. Konon, Puteri Diana dan Camilla Parker-Bowles (istri Pangeran Charles sekarang) pernah ikut sekolah kepribadian di Swiss sebelum bergabung menjadi anggota kerajaan.
Sekarang, perempuan-perempuan kalangan atas di China juga ingin merasakan pengalaman tersebut. Banyak dari mereka bersekolah di Institute Sarita di Beijing, yang dikenal akan pelajaran etiketnya yang berkelas. Sekolah ini dipimpin oleh Sarah Jane Ho, dengan biaya pendidikan sekitar 10.000 poundsterling (sekitar Rp 150 juta) selama dua minggu pelatihan tergantung status sosialnya. Dimana Sarah sendiri menjadi pengajar yang memberi materi table manner atau bagaimana etiket di meja makan. Di antaranya cara memegang pisau dan garpu yang tepat, serta mengupas jeruk dengan baik. Peserta juga belajar menyebutkan nama sejumlah brand mewah seperti Louis Vuitton, Balenciaga, Yves Saint Laurent, dan lainnya.

Publik diberi tawaran dua paket kursus; yakni Debutante untuk perempuan lajang berusia di atas 16 tahun ke atas, dan paket Hostessing untuk mereka yang sudah menikah.

Kursus Debutante berlangsung selama 10 hari dengan materi ajar; etiket standar untuk kalangan atas, termasuk sejarah, sosial, ekonomi dan budaya yang berbeda di seluruh dunia. Lalu juga ada pelajaran memulai sapaan dan pengenalan diri, bertukar kartu nama, dress code, table manner, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat bercakap-cakap, dan pemberian kado.

Sementara kursus paket Hostessing berlangsung selama 14 hari, dari pukul 09.00 hingga 16.00. Materi yang diajarkan di antaranya etiket sosial, termasuk memahami kebiasaan dan budaya dari masyarakat kelas atas di seluruh dunia. Lalu, ada materi mengenali minuman beralkohol, menikmati teh dan kopi, bahasa tubuh, kartu undangan, hingga protokol resmi dan diplomatik.

Sarah merupakan lulusan Georgetown University dan Harvard Business School yang menguasai lima bahasa. Dia menuntaskan sekolah kepribadian di Institut Villa Pierrefeu di Swiss, dan mendapat gelar diploma bidang International Etiquette & Protocol.

Menurut Sarah, sebenarnya setiap orang -tanpa memandang status sosialnya- butuh pelajaran etiket karena membuat kepribadiannya menjadi lebih baik.

Cerita diatas adalah gambaran dalam membangun etika yang berhubungan erat dengan budaya dan kehormatan sebagai manusia (mahluk terbaik dimuka bumi) dan hal yang selama ini kita sepelekan ternyata memiliki nilai sangat besar dan mahal terutama dalam peradaban manusia.

Entri Populer