Fanatisme adalah suatu keyakinan atau suatu pandangan tentang
sesuatu, yang positif atau yang negatif, pandangan yang tidak memiliki sandaran
teori atau pijakan kenyataan, tetapi dianut secara mendalam sehingga susah
diluruskan atau diubah. Menurut definisinya, Fanatisme biasanya tidak rasional
atau keyakinan seseorang yang terlalu kuat dan kurang menggunakan akal budi
sehingga tidak menerima faham yang lain dan bertujuan untuk mengejar sesuatu.
Adanya fanatisme dapat menimbulkan perilaku agresi dan sekaligus memperkuat
keadaan individu yang mengalami deindividuasi untuk lebih tidak terkontrol
perilakunya.
Fanatisme dipandang sebagai penyebab menguatnya perilaku kelompok yang tidak
jarang dapat menimbulkan perilaku agresi. Individu yang fanatik akan cenderung
kurang memperhatikan kesadaran sehingga seringkali perilakunya kurang
terkontrol dan tidak rasional.
Pengertian Fanatisme sendiri dapat disebut sebagai orientasi dan sentimen yang
mempengaruhi seseorang dalam :
(a)
berbuat sesuatu, menempuh sesuatu atau memberi sesuatu,
(b) dalam berfikir dan memutuskan,
(c) dalam mempersepsi dan memahami
sesuatu, dan
(d) dalam merasa secara psikologis,
seseorang
yang fanatik biasanya tidak mampu memahami apa-apa yang ada di luar dirinya,
tidak faham terhadap masalah orang atau kelompok lain, tidak mengerti faham
atau filsafat selain yang mereka yakini.
Ciri-ciri
yang jelas dari sifat fanatik adalah ketidakmampuan memahami karakteristik
individual orang lain yang berada diluar kelompoknya, benar atau salah. Secara
garis besar fanatisme mengambil bentuk : (a) fanatik warna kulit, (b) fanatik
etnik/kesukuan, dan (c) fanatik klas sosial. Fanatik Agama sebenarnya bukan
bersumber dari agama itu sendiri, tetapi biasanya merupakan kepanjangan dari
fanatik etnik atau klas sosial.
Kita
dapat mengagumi sesuatu tapi alangkah indahnya jika sesuatu itu kita pandang
secara wajar dan tidak berlebihan.
Propaganda berasal dari bahasa Latin. Awalnya berarti ‘gagasan
untuk disebarkan ke sekeliling’. Namun dalam Perang Dunia I, artinya berubah
menjadi ‘gagasan politik yang ditujukan untuk menyesatkan’ (Wikkipedia)
Unsur-Unsur Propaganda.
Dalam propaganda ada beberapa unsur-unsur
terbentuknya sebuah komunikasi, diantaranya:
1) Adanya
komunikator, penyampaian pesan.
2) Adanya
Komunikan atau penerima pesan/ informasi.
3) Kebijaksanaan
atau politik propaganda yang menetukan isi dan tujuan yang hendak dicapai.
4) Pesan
tertentu yang telah di-“encode” atau dirumuskan sedemikian rupa adar mencapai
tujuannya yang aktif.
5) Sarana
atau medium (media), yang tepat dan susuai atau serasiu dengan situasi dari
komunikan.
6) Teknik
yang seefektif mungkin, yang dapat memberikan pengaruh yang secepatnya dan
mampu mendorong komunikan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginan atau
pola yang ditentukan oleh komunikator.
7) Kondisi
dan situasi yang memungkinkan dilakukannya kegiatan propaganda yang
bersangkutan.
8) Tercapainya
tujuan kepada aspek kognitif, afektif dan konatif.
Adapun unsure-unsur komunikasi yang disodorkan Sang
Propaganda diantaranya:
a)
Who : menujukan unsur “siapa” yang terlibat
b)
Says What : menujukan ke”apa”an / isi (content/
message).
c)
In Which Channel : menujukan tentang media yang
digunakan.
d)
To Whom : menujukan pada siapa tujuan dari propaganda
tersebut (komunikan)
e)
With What Effect : Menujukan pada efek yang
ditimbulkan.
f)
Sikon : menujukan situasi yang terjadi pada saat
bersamaan semisal terjadi konflik, stabil, labil.
g)
Teknik: menujukan pada cara yang dilakukan untuk
proses tersebut.
h)
Kebijakan : menujukan pada acuan atau hal yang
ingin diraih.
Berangkat dari sanalah mari kita bersama
menganalisis proses propaganda pada Harian Umum (HU) “Media Indonesia” Edisi
Rabu 21 Maret 2007 pada rubric “analisis” tentang survey litbang media group
mengangkat tema tentang korban Lumpur lapindo.
Pertama kita uraikan dari unsur
siapa(Who). Pertama, Jelas sekali pada Survei Litbang Media Group ini yang
menjadi kepala (otak) adalah Media Group itu sendiri. Perusahaan yang dipimpin
oleh Surya Palloh ini rupanya memanfaatkan betul sekali “kesempatan emas” untuk
menciptakan opini public dengan melalui proses propaganda. Walaupun pada
dasarnya dalam survei ini melibatkan publik dengan survei yang mencakup 480
responden dewasa yang dipilih secara acak dari buku petunjuk telepon
resindesial di kota-kota besar di Indonesia yakni Makassar, Surabaya,
Yogyakarta, Bandung, Jakarta, dan Medan. Namun pada dasarnya Media Group tetap
mempunyai “kepentingan” dan agenda setting media tersendiri. Yang mana keduanya
(kepentingan dan agenda setting) dibungkusi oleh kegiatan propaganda yang
sehalus mungkin. Berangkat dari sini pula, jika kita bisa menelaah lebih dalam
maka visi dan misi sebuah media bisa diketahui. Semisal, melalui analisis teks
media, analisis framing dan yang lainnya. Kedua, yang terlibat dalam propaganda
ini adalah korban lumpur Lapindo.
Kedua, unsur ke”apa”an (Says What),
untuk unsur yang kedua ini kita dapati dari judul (Head Line) besar pada
halaman rubrik tersebut. Pada rubrik “Analisis” ini “Media Indonesia”
mengangkat judul (Head Line) “Korban Lumpur Panas Dianaktirikan”. Dari judul
tersebut secara langsung maka pertanyaan tentang topik apa yang diangkat oleh
Media Indonesia terjawab. “Media Indonesia” Edisi Rabu 21 Maret 2007 pada
rubric “analisis” tentang survey litbang media group mengangkat tema tentang
korban Lumpur lapindo, fokus analisisnya lebih kepada keadaan dan nasib para
korban lumpur lapindo yang dianaktirikan atau tidak diperhatikan. Semakin
jelaslah dalam hal ini, “Media Indonesi” tengah berupaya untuk melakukan
propaganda kepada seluruh pihak khususnya dalam hal ini tertuju kepada
pemerintah, agar lebih memperhatikan dan mengutamakan korban lumpur lapindo.
Ketiga, unsur media yang digunakan (In
Wich Channel). Para proses propaganda yang dilakukan oleh “Media Indonesia” ini
media yang digunakan tentunya adalah koran atau media cetak, karena pada
dasarnya “Media Indonesia” bergerak dalam dunia media cetak. Namun jika kaca
mata analisisnya ditujukan kepada “Media Indonesia” dalam menghimpun data dan
opini masyarakat (publik) yang dimaksudkan untuk mengetahui opini yang sedang
berkembang di masyarakat, maka “Media Indonesia” menggunakan media survei yang
dilakukan oleh Litbang Media Group dengan melakukan wawancara terstuktur dengan
kuesioner melalui telepon kepada masyarakat di enam kota besar yakni Makassar,
Surabaya, Yogyakarta, Bandung, Jakarta, dan Medan. Namun hasil survei yang
dilakukan oleh Media Group, tulis “Media Indonesia” tidak dimaksudkan mewakili
pendapat seluruh indonesia, namun hanya masyarakat pengguna telepon residensial
di kota tersebut. Dan Margin of Error survei tersebut plus minus 4,6 % pada
tingkat kepercayaan 95%. (paragraf. 2).
Keempat, unsur siapa yang dituju dari
propaganda tersebut / komunikan (To Whom). Mengacu pada unsur yang keempat ini,
sebenarnya berdasarkan analisis saya maka yang dituju oleh propaganda “Media
Indonesia” adalah seluruh pihak. Namun jauh dari itu, pasti setiap masalah
tidak selalu general ditujukan kepada seluruh pihak, pasti ada pihak yang
dikhususkan. Begitu juga dengan propaganda yang dilakukan oleh “Media
Indonesia” juga. Maka yang menjadi fokus propaganda (sebenarnya) adalah
pemerintah. Dari judul (Head Line) saja “Korban Lumpur Panas Dianaktirikan”
sudah terlihat bagaimana “Media Indonesia” menilai kinerja dan peran pemerintah
terhadap korban Lapindo yang hanya menganaktirikan. Selain itu juga hal ini
diperkuat dengan teras (lead) yang ditulis “Media Indonesia”: “Mayoritas
masyarakat menilai tidak puas terhadap kinerja pemerintah dalam menangani
korban lumpur Lapindo di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Bahkan, mayoritas
menilai korban juga kurang mendapat perhatian pemerintah bila dibandingkan dengan
korban bencana alam lainya”.
Kelima, unsur efek yang ditimbulkan
(With What Effect). Jika menganalisi dari segi efek yang ditimbulkan khususnya
topik yang diangkat yaitu korban lumpur yang dianaktirikan, “Media Indonesia
menulis: “Ketidakjelasan soal pembayaran ganti rugi tersebut membuat kehidupan
puluahn ribu warga Porong juga semakin tidak jelas. Tak terbayangkan bagaimana
hancurnya kehidupan mereka akibat Lumpur panas yang yang menenggelamkan
rumah-rumah dan tempat kerja mereka. Mendadak ribuan orang terpaksa mengungsi
jauh dari tempat tinggalnya. Sekaligus berarti mereka juga kehilangan mata
pencaharian, baik dari lahan pertanian maupun pabrik-pabrik yang terpaksa
ditutup” (Paragraf.16). Dari tulisan “Media Indonesia” di atas jelasnya sungguh
besar efek yang ditimbulkan oleh kinerja pemerintah yang setengah hati sehingga
menganaktirikan korban lapindo. Dan mungkin inilah yang menjadi alas an terkuat
bagi “Media Indonesia” untuk melakukan propaganda, harapannya pemerintah bisa
lebih memerhartikan kepentingan-kepentingan korban lapindo selayak-layaknya,
layaknya seoarang ibu kepada anak kandungnya bukan seperti anak tiri yang
dinomorduakan.
Keenam, unsur yang menujukan situasi yang
terjadi pada saat bersamaan (Sikon). Pada dasarnya situasi yang terjadi pada
saat bersamaan terlihat damai dan terkendali, walaupun gelombang protes
disertai emosi dan histeria kerap menghiasi aksi protes dan unjuk rasa korban
Lumpur Lapindo tersebut.
Ketujuh,unsur cara yang dilakukan untuk
proses tersebut (Teknik). Dari foto berita yang dimuat bersamaan dengan tulisan
itu maka, kita bisa melihat bagaiman situasi yang terjadi pada korban Lumpur
Lapindo. Mereka protes dan berunjuk rasa dengan cara memblokir kereta api, hal
ini dilakukan sebagai wujud dari tidak puasnya atas kinerja pemerintah dalam
menangani korban Lapindo.
Kedelapan, unsur pada acuan atau hal yang
ingin diraih (Kebijakan). Jika saya simpulkan sebenarnya proses propaganda yang
dilakukan oleh “Media Indonesia” berujung pada pendesakan agar pemerintah
mengambil alih langsung penanganan korban Lumpur Lapindo. Pemerintah diharapkan
All Out dalam menangani kasus ini bukan dengan setangah hati, bisa lebih
memperhatikan dan mengutamakan segala kepentingan rakyatnya.
Demikianlah uraian analisis saya terhadap kegiatan
propaganda yang dilakukan oleh “Media Indoensia”. Yang menjadi catatan pada
akhir dari analisis ini bahwa, sejatinya propaganda benar-benar murni untuk
memperjuangkan yang hak (benar) bukan sebaliknya. Kenapa saya menulis demikian?
Sebab tidak sedikit juga media yang melakukan propaganda pada suatu masalha
yang justru dianggap salah. Disinilah yang berbicara adalah kepentingan dan
agenda setting media. Oleh karenanya kita sebagai seorang muslim, berkewajiban
untuk senantiasa tabayun (cek-ricek) terhadap setiap berita yang datang kepada
kita, agar kita tidak termasuk korban propaganda yang tida benar.
Dari contoh propaganda diatas maka sebenarnya unsure
latar bekang propaganda adalah positif dan negative, jadi jangan pernah
hancurkan orang lain dengan kegiatan propaganda ini, karena masing-masing kita
sudah berada diposisinya sepanjang kita bersyukur dan bergiat untuk maju tanpa
mengganggu orang lain.