Ketum PSSI, La Nyalla Mahmud Mattalitti, mengirimkan surat
terbuka kepada Menteri Pemuda dan Olahraga RI, Imam Nahrawi. Dalam surat
tersebut ada beberapa hal yang disampaikan oleh La Nyalla.
Di antaranya, mengenai kiprahnya di PSSI dan apa saja yang
telah dilakukannya selama menjadi pengurus PSSI. Termasuk cara-cara yang
dilakukannya dalam memerangi mafia judi dan match fixing di sepakbola
Indonesia.
Di samping itu, La Nyalla juga mempertanyakan sikap Menpora yang membekukan PSSI.
"Saya jadi bertanya. Kejahatan luar biasa apa yang sudah
saya lakukan sebagai Presiden PSSI? Sehingga PSSI diperlakukan seolah
organisasi terlarang yang harus dibinasakan dari bumi pertiwi ini?"
tulis La Nyalla, dalam suratnya kepada Menpora, Jumat (22/5).
Berikut isi lengkap surat terbuka dari pria yang juga menjabat ketua Kadin Jawa Timur itu, yang dirilis kepada wartawan:
Kepada Menpora Imam Nahrawi
Bismilahirrohmannirrohim,
Assalamu’alaikumWr. Wb,
Yang saya hormati Menteri Pemuda dan Olahraga, Saudara Imam Nahrawi.
Saya, La Nyalla Mahmud Mattalitti, Presiden PSSI masa bakti 2015-2019.
Saya tidak perlu memperkenalkan lebih jauh, karena kita tentu sudah
saling mengenal, jauh sebelum Anda menjadi menteri.
Saya hanya akan menceritakan sedikit latar belakang saya di PSSI.
Saya diberi amanat menjadi Wakil Presiden PSSI saat FIFA menyelesaikan
dualisme kompetisi-PSSI yang terjadi sejak tahun 2010 hingga 2013.
Tepatnya pada Kongres unifikasi bulan 17 Maret 2013. Sejak saat itu,
saya mulai menjabat sebagai Wakil Presiden PSSI.
Kemudian bulan April 2013 saya diminta oleh Komite Eksekutif PSSI
untuk mengurus Tim Nasional. Dengan jangka waktu yang tidak terlalu lama
peringkat Timnas kita berhasil merangkak naik dari 172 hingga ke 159
FIFA ranking.
Sejak saya di PSSI tahun 2013, saya memutuskan PSSI tidak lagi
meminta dana APBN untuk Timnas. Sehingga tidak ada dana APBN yang masuk
ke Badan Tim Nasional. Semua murni dari sponsor dan hak siar televisi.
Karena saya menyadari betapa terbatasnya anggaran di Kemenpora apabila
harus membantu pembiayaan Timnas sepakbola yang prestasinya masih belum
gemilang.
Apalagi saya meyakini, pembinaan sepakbola Indonesia menuju prestasi
gemilang tidak bisa instan tanpa pondasi yang kokoh di tingkat usia
dini. Karena itu, setelah saya dipercaya anggota untuk menjadi Presiden
PSSI melalui Kongres di Surabaya 18 April 2015 lalu, saya memutuskan
untuk concern di pembinaan sepakbola usia dini. Tentu hasilnya nanti
akan kita lihat di masa yang akan datang.
Saudara Menpora yang saya hormati,
Di bulan Desember 2014, saya baca di media massa Anda membentuk Tim
9, yang bertugas membenahi sepakbola Indonesia. Dan setelah itu,
tercatat di beberapa media, Tim 9 menyampaikan banyak tudingan dan
tuduhan, bahwa PSSI sarang mafia sepakbola, sarang pengatur skor, sarang
koruptor, bahkan klub anggota PSSI dituding melakukan praktek pencucian
uang, dsb. Ironisnya, sampai Tim 9 dibubarkan bulan April lalu, tidak
satupun tuduhan dan tudingan itu dibuktikan.
Saya sudah berulang kali menyatakan, PSSI sangat berterima kasih bila
ada pihak, siapapun, yang membantu memerangi praktek match fixing.
Bantu saya untuk memberantas. Bukan sebaliknya, justru seolah memberi
stigma, kami atau sayalah pelakunya. Sejak saya menjabat Wakil Presiden
PSSI, Demi Allah, saya sudah bertekad memerangi hal itu di kepengurusan
saya.
Saya minta Komisi Disiplin untuk tegas menghukum siapapun keluarga
besar sepakbola yang terbukti melanggar kode disiplin PSSI. Saya
mendukung upaya PSSI bekerjasama dengan Sport Radar, untuk memerangi
match fixing. Saya mendukung terbentuknya departemen integritas di PSSI.
Bahkan saat kongres tahunan Januari 2015 lalu, kami dan peserta Kongres
menandatangani pakta integritas sebagai upaya untuk memerangi match
fixing.
Tentu semua yang dilakukan PSSI sebatas yang bisa dijangkau oleh
PSSI. Para pelaku judi, atau pengatur skor yang di luar keluarga besar
PSSI, atau orang-orang asing, tentu menjadi kewenangan kepolisian dan
Interpol.
Saya juga memastikan bahwa tidak ada satu kalimat pun di dalam
regulasi Liga Indonesia bahwa klub boleh tidak membayar kewajiban
terhadap pemainnya. Debt is debt. Tentang skema penyelesaian hutang
telah diatur melalui beberapa mekanisme yang telah disediakan.
Ini semua upaya yang serius dilakukan PSSI dalam masa kurang dari dua
tahun setelah didera konflik dan dualism kompetisi. Sehingga FIFA
member apresiasi dengan meluncurkan beberapa program asistensi untuk
PSSI. Di antaranya FIFA Performance Program, FIFA Goal Project, FIFA
Financial Assistance Program dan lain-lain.
Tapi semua itu seolah tidak ada artinya di mata Anda.
Anda melalui BOPI justru memaksa PSSI untuk “menelantarkan anak”
(anggota) kami. Persebaya dan Arema untuk tidak boleh berkompetisi
dengan alasan yang tidak subtansif. Padahal pemaksaan BOPI kepada PSSI
terkait hal itu adalah jelas-jelas pelanggaran terhadap Undang-Undang
Nomor 3 tahun 2015 tentang Sistem Keolahragaan Nasional dan Statuta PSSI
serta Statuta FIFA. Sehingga sejatinya BOPI memaksa PSSI untuk
melakukan pelanggaran hukum dan Statuta. Bahkan FIFA sampai bersurat
bahwa BOPI atau siapapun di luar Member Association dilarang ikut
menentukan siapa yang boleh dan tidak boleh mengikuti kompetisi atau
berapa peserta kompetisi. Karena itu domain Member Association. Bukan
pihak ketiga.
Puncaknya Anda malah mengeluarkan keputusan sanksi administrative
dengan tidak mengakui aktivitas keolahragaan PSSI dengan alasan karena
Persebaya dan Arema tidak dilarang oleh PSSI untuk mengikuti kompetisi.
Lalu dengan menggunakan semua instrumen kekuasaan, Anda meminta semua
institusi pemerintahan dan alat negara, mulai dari kepolisian, imigrasi
hingga kepala daerah se-Indonesia untuk tidak melakukan pelayanan publik
kepada PSSI. Luar biasa semangat Anda untuk menghentikan sepakbola di
Indonesia.
Karena Indonesia negara hukum, bukan monarki absolut, maka kami
terpaksa menguji keputusan Anda dalam menggunakan kekuasaan melalui
PTUN. Apalagi dari pasal-pasal pelanggaran yang Anda gunakan dan
tuduhkan, tidak satupun yang dilanggar PSSI.
Kami juga terpaksa mengadukan secara langsung aksi Anda ke DPR RI
hingga ke Wakil Presiden. Bahkan kepada Presiden melalui surat. Karena
ingat, Negara ini bukan hanya pemerintah. Tetapi Negara ini
diisi oleh eksekutif, legislatif, yudikatif dan rakyat. Anda pemerintah, saya rakyat. Dan kelak Anda juga akan menjadi rakyat.
diisi oleh eksekutif, legislatif, yudikatif dan rakyat. Anda pemerintah, saya rakyat. Dan kelak Anda juga akan menjadi rakyat.
Saya sudah berusaha menemui Anda di kantor Anda tiga kali. Tetapi
tidak berhasil bertemu. Saya berniat untuk duduk dan berbicara dengan
Anda. Tentang keputusan Anda yang bisa berakibat fatal bagi sepakbola
Indonesia bila FIFA sebagai induk sepakbola dunia member sanksi.
Deadline sudah disampaikan FIFA melalui suratnya. Tanggal 29 Mei 2015.
Ini bukan soal harga diri bangsa yang takut terhadap FIFA. Ini soal
pergaulan dan komitmen internasional. Sama persis dengan pemerintah yang
mematuhi aturan penerbangan internasional. Sama persis dengan
pemerintah yang meratifikasi perjanjian internasional menjadi peraturan
perundangan. Sama persis dengan ketaatan pemerintah terhadap sejumlah
protokol internasional. Apakah itu protokol Kyoto atau perjanjian WTO
misalnya. Tentu saya tidak perlu memberi tahu Anda soal-soal yang
seperti ini. Karena Anda pasti lebih tahu.
Tetapi yang terjadi tetap saja Anda bersikukuh. Membentuk Tim
Transisi yang dalam konteksnya akan mengambil alih peran dan fungsi
PSSI. Bahkan untuk membentuk kepengurusan PSSI yang baru.
Saya jadi bertanya. Kejahatan luar biasa apa yang sudah saya lakukan
sebagai Presiden PSSI? Sehingga PSSI diperlakukan seolah organisasi
terlarang yang harus dibinasakan dari bumi pertiwi ini?
Sekali lagi. Tolong dijawab. Kejahatan luar biasa apa yang sudah saya
lakukan sebagai Presiden PSSI? Sehingga PSSI diperlakukan seolah
organisasi terlarang yang harus dibinasakan dari bumi pertiwi ini?
Kalau Anda ingin mengganti kepengurusan PSSI, bukankah sudah ada
jalurnya melalui Kongres yang berlangsung setiap 4 tahun sekali? Atau
Anda ingin mengambil alih Liga Indonesia sebagai operator kompetisi?
Sebab kalau Anda menyatakan ingin memajukan dan memperbaiki kualitas
sepakbola Indonesia bukan begini caranya. Di dunia ini, negara manapun
yang memajukan sepakbola atau olahraga, mendukung dengan semua sumber
dayanya. Termasuk menggelontorkan dana jutaan dolar dan membangun
infrastruktur olahraga yang memadai.
Terakhir, saya mengingatkan, ada ribuan orang yang menggantungkan
hidupnya dari aktivitas olahraga sepakbola. Sepakbola adalah dinamika
sosial. Dinamika ekonomi dan penyumbang pertumbuhan ekonomi. Hari ini,
Anda menghentikan denyut nadi sepakbola Indonesia.
Sebagai sesama muslim saya mengingatkan, bahwa Maha Penguasa di atas
segala penguasa hanyalah Allah Azza Wajalla. Selama ini saya diam, bukan
takut kepada Anda, tetapi saya takut kepada Allah SWT jika sampai Allah
SWT menurunkan azab-Nya kepada kalian dan bangsa Indonesia karena
penguasa yang mendzolimi rakyatnya. Semoga Anda segera sadar dan ikhlas
untuk mencabut sanksi kepada PSSI.
Wassalam.
Jumat, 22 Mei 2015
La Nyalla Mahmud Mattalitti