Adalah mustahil membicarakan segala sesuatu tentang entrepreneur
tanpa membicarakan kepemimpinan. Berita baiknya adalah ilmu
kepemimpinan itu bukan dilahirkan, dan tidak bergantung kepada karisma
atau bahkan penampakan seseorang, cakep atau tidaknya, menurut tinggi
badan, tebalnya kumis atau banyak-sedikitnya warisan yang ia miliki.
Kepemimpinan adalah ilmu yang bisa dipelajari oleh siapa saja, sama
seperti ilmu-ilmu lainnya. Tidak bergantung kepada apakah ia sekolah
atau tidak, seorang sarjana atau bukan. Tidak bergantung kepada label
yang kita miliki atau banyaknya piala yang sudah kita raih. Kepemimpinan
hanya bergantung kepada kemauan kita belajar dan menerapkannya. Setiap
hari.
Mengapa ada banyak pemimpin yang gagal dalam memimpin? Menurut saya
hanya ada dua alasan, yang pertama, seseorang pemimpin yang tidak pernah
belajar ilmu kepemimpinan, dari buku, seminar atau langsung dari
seorang mentor, tipe ini menurut saya masih bisa ‘diselamatkan’; yang
kedua, seorang pemimpin yang merasa sudah belajar ilmu kepemimpinan
namun tidak pernah menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Tipe
terakhir ini lebih sulit diselamatkan, disebabkan karena kebebalannya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Bebal artinya sukar mengerti;
tidak cepat menanggapi sesuatu (tidak tajam pikiran); bodoh.
Dalam sebuah survey yang dilakukan oleh Inc. (the Magazine of Growing Companies)
edisi September 2013 tentang kesalahan terbesar yang dilakukan oleh
seorang pemimpin adalah,
1. Pemimpin yang mencoba memberikan perintah
tanpa ia berada di garis depan dalam memberi contoh
2.
Kurangnya kerendahan hati dan kegagalan dalam mendengar;
3. Kurangnya
kepedulian terhadap yang dipimpin dan tidak pernah berbagi kesuksesan;
4. “Believing your own bullshit.” (silakan mengartikan sendiri maknanya)
Sayangnya survey tersebut dilakukan di luar Indonesia. Jika sebuah
survey dilakukan di sini tentang faktor yang disukai dari seorang
pemimpin, mungkin faktor ‘galak’, kaya raya, gagah, ganteng, kecakapan
berbicara, banyaknya follower (Twitter), atau bahkan ‘keunikan-keunikan’
lainnya akan muncul sebagai faktor penting dalam kepemimpinan; seperti
jelinya menemukan jenis goyangan? goyang gajah—sebagai ganti goyang
itik; misalnya. Karena, konon di Indonesia, segala sesuatu yang unik itu
lebih disukai. Siapa tahu? Selamat menjadi pemimpin yang unik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar