Selasa, 04 November 2014

Tentang Pinjam Pakai dalam Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-13/MBU/09/2014.

Dalam penjelasan peraturan diterangkan bahwa pinjam pakai adalah pemanfaatan aset tetap oleh mitra untuk jangka waktu tertentu dengan memberikan kompensasi kepada perusahaan, sedangkan yang dimaksud dengan Mitra adalah pihak-pihak yang memanfaatkan aset tetap BUMN melalui kerjasama yang diikat dalam suatu perjanjian dengan prinsip saling menguntungkan.

Dalam penunjukan mitra dapat dilaksanakan dengan menggunakan 2 (dua) macam ketentuan yaitu :
- Pemilihan Langsung adalah pemilihan mitra melalui pemilihan kepada beberapa pihak               terbatas sekurang-kurangnya 3 (tiga) calon mitra potensial.
- Penunjukan Langsung adalah pemilihan mitra yang dilakukan secara langsung kepada               satu calon mitra potensial.

Selanjutnya dalam pendayagunaan aset tetap dengan cara pinjam pakai dilakukan dengan tetap mengutamakan pendayagunaan dengan cara yang lain seperti Bangun Guna Serah (BGS), Bangun Serah Guna (BSG), Kerjasama Operasional (KSO), Kerjasama Usaha (KSU) dan Sewa terlebih dahulu terkecuali;
1. Dimungkinkan sesuai ketentuan internal perusahaan dan berdasarkan kajian bisnis cara           pinjam pakai lebih menguntungkan.
2. Dilakukan dalam rangka kepentingan BUMN yang lebih besar; atau
3. Sepanjang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan pemanfaatan Aset Tetap                   dimaksud tidak dapat dilaksanakan dengan cara lain.

Dalam pelaksanaan pinjam pakai pihak peminjam wajib untuk dikenai biaya kompensasi dengan penjelasan;
a. BUMN berhak mendapatkan kompensasi dari Mitra yang dituangkan dalam perjanjian.
b. Kompensasi tersebut diutamakan berupa uang, namun dapat berupa non uang dengan             memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penjelasan poin B adalah ada beberapa aturan undang-undang dan peraturan presiden yang mengatur pengadaan tanah untuk kepentingan umum yaitu;
1. Undang-Undang RI Nomor 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan             Kepentingan Umum.
2. Peraturan Presiden Nomor 71 tahun 2012 tentang penyelenggaraan Pengadaan Tanah             Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

Dalam pelaksanaannya Direksi perusahaan memerlukan persetujuan tertulis dari Dewan Komisaris/Dewan Pengawas, dimana dalam permohonannya harus disertai dengan:
a. Alasan dan pertimbangan pendayagunaan Aset Tetap
b. Penjelasan mengenai objek aset yang sekurangnya memuat tentang jenis, lokasi, kondisi           aset, status kepemilikan/penguasaan dan peruntukan aset tetap sesuai dengan rencana            umum tata ruang (RUTR)
c. Penjelasan proses seleksi dan pemilihan Mitra
d. Penjelasan mengenai Mitra sekurang-kurangnya memuat Nama, Tempat Kedudukan,                 Jenis Usaha, Modal disetor, total aset, susunan keanggotaan Direksi, Dewan                               Komisaris/Dewan Pengawas serta pemegang saham pengendali
e. Hasil studi kelayakan secara komperhensif dan rencana bisnis yang meliputi aspek                     operasional, financial, hukum dan pasar, serta kajian manajemen risiko dan mitigasi atas            risiko tersebut
f. Dokumen pendukung, meliputi bukti kepemilikan/penguasaan, data lokasi, dokumen                   penetapan RUTR, anggaran dasar, laporan keuangan mitra 2 (dua) tahun terakhir                       berdasarkan hasil audit
g. Fakta integritas yang ditanda tangani seluruh anggota Direksi.

Dalam kondisinya saat ini sangat sering terjadi benturan kepentingan terkait pemanfaatan lahan, sebagai contoh pemerintah daerah memohonkan pinjam pakai lahan milik BUMN untuk kepentingan umum, namun jika kita melihat lebih dalam maka pemerintah daerah sudah menyalahi aturan perundang-undangan yang berlaku dan mengikat proses pengadaan tanah untuk kepentingan umum, atau pertimbangan keuangan daerah (APBD) sehingga pemerintah daerah menjadi pihak yang seolah-olah sangat membutuhkan bantuan dengan mengenyampingkan kepentingan pemegang hak atas tanah dimaksud.
Selanjutnya penyebab benturan tersebut adalah akibat dari pemilihan kepala daerah secara langsung dan otonomi daerah, hal ini menyebabkan para kepala daerah menjadi raja yang memilki kepentingan dan keinginan yang harus dilaksanakan oleh seluruh staff yang ada dibawahnya, ya akibat standart manusia yang menjadi kepala daerah sangat tidak jelas.
Hal-hal yang bertolak belakang itulah yang sangat mendasar menimbulkan ketidakharmonisan antara perusahaan dengan pemerintah daerah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri Populer