Senin, 20 Maret 2017

Sawit Ramah Lingkungan

Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB Prof Dr Yanto Santosa, DEA mengatakan sawit bukan merupakan penyebab deforestasi di Indonesia.

Lahan perkebunan kelapa sawit yang ada di Indonesia, ujarnya di Bogor Senin, tidak berasal dari kawasan hutan.

"Saya tegaskan bahwa sawit bukan penyebab terjadinya deforestasi di Indonesia. Jadi hasil voting anggota Parlemen Eropa yang menyatakan sawit merupakan penyebab deforestasi itu keliru," katanya.

Penegasan Yanto Santosa tersebut berdasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan bersama timnya pada 2016 pada delapan kebun sawit milik perusahaan sawit besar (PSB) dan 16 kebun sawit rakyat.

Kebun-kebun tersebut berada di Kabupaten Kampar, Kuantan Singingi, Pelelawan, dan Kabupaten Siak di Provinsi Riau.

Dari penelitian tersebut diketahui bahwa lahan yang dijadikan kebun sawit tersebut, sudah tidak berstatus sebagai kawasan hutan. 

Yanto Santosa memaparkan saat izin usaha perkebunan sawit dan sertifikat hak guna usaha (HGU) diterbitkan, status lahan seluruh PSB sudah bukan merupakan kawasan hutan.

Jika dilihat berdasarkan luasan seluruh areal PSB yang diamati (46.372,38 ha), sebanyak 68,02 persen status lahan yang dialihfungsikan berasal dari hutan produksi konversi/areal penggunaan lain (APL), 30,01 persen berasal dari hutan produksi terbatas, dan 1,97 persen berasal dari hutan produksi.

Adapun status lahan pada kebun sawit rakyat yang diamati (47,5 ha), sebanyak 91,76 persen status lahannya sudah bukan kawasan hutan saat areal tersebut dijadikan kebun kelapa sawit. 

"Hanya 8,24 persen yang masih berstatus kawasan hutan atau areal peruntukan kehutanan (APK)," katanya.

Menurut Yanto Santosa munculnya tudingan itu karena selama ini terjadi perbedaan terminologi definisi soal deforestasi. 

Menurut pemahaman orang Eropa dan LSM asing, deforestasi adalah membuka lahan yang memiliki tutupan pohon. 

"Jadi yang namanya deforestasi, seandainya kita punya hutan atau tanaman berkayu banyak, kalau itu dibuka, itu mereka sebut deforestasi," katanya.

Sementara itu, sebagaimana hukum yang berlaku di Indonesia deforestasi itu merupakan alih fungsi atau perubahan fungsi dari kawasan hutan menjadi peruntukan non hutan.

Jadi sebagaimana hukum yang berlaku di Indonesia, kata Yanto Santosa perubahan status dari kawasan hutan menjadi peruntukan non hutan disebut deforestasi. 

Sementara itu, Anggota Dewan Pakar Persatuan Sarjana Kehutanan Indonesia (Persaki) Petrus Gunarso mengatakan berdasarkan penelitiannya, lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia yang saat ini mencapai 11 juta hektare (ha) paling banyak berasal dari bekas kebun karet.

Konversi kebun karet menjadi kebun sawit terjadi karena harga getah karet dalam beberapa tahun terakhir anjlok, sementara harga tandan buah segar (TBS) sawit jauh lebih menguntungkan petani. 

Kebun sawit di Indonesia, kata Petrus juga berasal dari hutan terdegradasi yang memang oleh pemerintah dialokasikan untuk kawasan non hutan. Asal usul kebun sawit lainnya berasal dari areal penggunaan lain (APL) alias areal bukan kawasan hutan yang semula masih berhutan.

Kawasan APL ini memang secara hukum di Indonesia diperbolehkan untuk digunakan untuk kepentingan non hutan. 

"Jadi itu dari non hutan ke non hutan, sehingga itu bukan deforestasi," tandas Petrus.

Diketahui, ekspor kelapa sawit Indonesia kembali mendapat hambatan dari Uni Eropa (UE). Hasil voting Anggota Parlemen Eropa menyatakan sawit merupakan penyebab deforestasi, degradasi habitat, masalah hak asasi manusia, standar sosial yang tidak patut, dan masalah tenaga kerja anak.

Voting yang dilakukan Komite Lingkungan, Kesehatan Masyarakat dan Keamanan Pangan itu menyatakan setuju dengan laporan yang diajukan tersebut dengan suara 56 berbanding 1. 

Meskipun hasil voting tersebut masih akan diangkat pada sidang pleno tanggal 3-6 April mendatang, implikasi dari laporan tersebut bisa berdampak pada semakin sulitnya ekspor sawit ke Eropa. 

Apalagi, penggunaan minyak sawit dari program biodiesel di wilayah itu pada 2020 kemungkinan diperketat dengan diterapkannya satu sistem sertifikasi minyak sawit Eropa.

Menanggapi hasil voting tersebut, Ketua Umum Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) Bayu Krisnamurthi mengatakan, voting tersebut merupakan langkah politik yang tidak menghormati kerja sama Indonesia-EU, didasarkan pada laporan yang tidak benar. 

"Ini merupakan bentuk kampanye negatif yang nyata dan sangat bernuansa kepentingan persaingan dagang," ujar Bayu Krisnamurthi. 

Sabtu, 16 April 2016

Budaya Kerja dan Karyawan Sejahtera



Berkerja merupakan salah satu cara untuk menghasilkan dan memenuhi kebutuhan manusia, baik itu kebutuhan pokok maupun tambahan sehingga bekerja merupakan kegiatan utama manusia, dalam bekerja itu setiap individu tentu pernah merasakan tidak dapat merasakan kenyamanan dan menikmati pekerjaannya maupun kondisi atau situasi pekerjaan di tempat bekerjanya. Pekerjaan kerapkali dilakukan tidak sesuai dengan rel yang sesuai dengan pemahaman kita, seperti dimana saat-saat menyaksikan tindakan kecurangan “FRAUD” dalam melaksanakan hingga menyelesaikan pekerjaan miskipun terkadang pekerjaan tersebut dilaksanakan bukan karena keinginan pribadi namun merupakan kebiasaan dari system yang ada sehingga mengarahkan kepada tindakan/praktek yang merugikan perusahaan dan orang lain yang ada dalam perusahaan.
Akibat dari kecurangan yang terjadi menimbulkan rasa tidak saling percaya dan saling curiga mencurigai yang memicu timbulnya sikap saling melemahkan dalam bekerja karena adanya dorongan untuk bias tampil diatas individu lainnya. Ada beberapa diantaranya yang bingung harus melakukan dan berbuat apa pada situasi ini “ adanya perasaan khawatir  dan bertanya apakah kondisi ini benar, apakah saya harus terlibat pada kondisi ini bahkan apakah saya harus meninggalkan kondisi ini. Pertanyaan-dan kebimbangan ini terus menerus menghantui dan bagi sebagian besar yang tidak berani menyampaikan apa yang menjadi ganjalan ini akan merasakan sakit dan rasa tercurangi oleh system ini.
Apakah diantara kita ada yang pernah melihat ataupun mengalami kondisi sebagaimana pengalaman yang saya tuliskan diatas ? karena sangat banyak hal yang dapat membuat seorang pekerja untuk terlibat, menikmati dan merasakan kenyamanan dalam bekerja namun sebaliknya lebih sangat banyak lagi faktor penyebab pekerja mengalami perasaan tertekan dan menderita dalam bekerja, faktor utama yang mempengaruhinya diantaranya adalah faktor internal dan eksternal.

Faktor Budaya Perusahaan (Organizational Culture)
Akibat pekerja mengalami konflik nilai dalam melaksanakan kewajiban menimbulkan stress bagi pekerja, walu sebagaimana kita ketahui bahwa stress pada masa sekarang ini merupakan hal yang wajar, namun stress dalam pekerjaan akan menimbulkan damapk sangat buruk bagi pribadi maupun perusahaan.
Budaya Kerja dapat dianalogikan sebagai sebuah kepribadian organisasi yang dilihat dari keyakinan, nilai, norma yang senada dengan asumsi mental yang mengarah kepada interpretasi dan tindakan dalam bekerja.

Faktor Leadership (Pemimpin)
Untuk menciptakan sebuah kondisi yang tertata rapi dan teratur maka ada aturan yang dibuat dengan menunjuk individu untuk berada diposisi pemberi komando yang secara harfiah merupakan penentu arah dan kebijakan yang harus diikuti oleh seluruh individu lainnya yang berada didalam perusahaan.
Hadirnya pemimpin ada yang bersala dari pilihan pekerja atau pun dari penunjukan dari organ lain dalam perusahaan sehingga proses hadirnya pemimpin ini member pengaruh terhadap budaya kerja, karena dalam kondisi normalnya budaya kerja tidak boleh terpengarus bahkan berubah akibat dari budaya seorang pemimpin, namun untuk beberapa kondisi sering terjadi budaya kerja perusahaan tersingkir akibat budaya dan system dari pemimpinnya yang tentu saja hal ini merupkan salah satu faktor utama penyebab stress dalam pekerjaan.
Pentingnya Budaya Kerja

Budaya Kerja memiliki peran yang sangat penting seperti
  1. Sebagai pembeda suatu perusahaan dengan perusahaan lainnya,
  2. Sebagai identitas bagi anggota perusahaan yang mengarahkan kepada suatu perilaku pekerja,
  3. Sebagai salah satu media untuk mempermudah dan mendorong munculnya komitmen dari pekerja yang dapat digunakan untuk mempercepat pencapaian yang ditargetkan perusahaan.
  4. Sebagai alat peningkat pemantapan system social yang membantu mempersatukan seluruh elemen perusahaan dangan standar yang ada.
  5. Sebagai alat pembentuk sikap seluruh elemen perusahaan 

Implementasi Budaya Kerja dalam Dunia Perkebunan
Perkebunan merupakan Agro industry yang memiliki iklim yang berbeda apabila dibandingkan dengan bisnis lain karena memiliki keberagaman stakeholder yang membutuhkan sentuhan-sentuhan unik untuk bisa mensejahterakannya dan dalam perkebunan untuk dapat menciptakan budaya kerja yang kuat sangat dibutuhkan
  1. Keseriusan manajemen tertinggi untuk dapat terlibat dan komit yang diteruskan keseluruh bawahannya agar dapat dimengerti secara menyeluruh.
  2. Menumbuhkan rasa memiliki dan menjaga atas budaya kerja yang telah dibentuk
  3. Berlaku adil dan melaksanakan kebijakan maupun membuat kebijakan yang tidak memiliki kepentingan didalamnya
Dengan demikian budaya kerja tebangun dan kuat akan memberikan dampak pada kesejahteraan karyawan khususnya dan perusahaan pada umumnya.

Selasa, 12 Januari 2016

Peran SDM dalam Dunia Usaha

Dinamisnya kondisi bisnis dan wirausaha sangat cepat dengan dominasi  kekuatan dan kompetensi dari pelakunya, sehingga seleksi alam menjadi sarana yang akan menyingkirkan kelemahan dan keragu-raguan, setiap pelaku bisnis akan terus berjalan hingga berlari untuk tujuan keberhasilan dan pencapaian akhir dari usaha yang dilakukan, bahkan sebagian akan hanya berfokus pada hasil akhir tanpa melihat dan membayangkan proses dalam pencapaiannya, selanjutnya para pelaku usaha menggantung seluruh proses bisnisnya kepada pekerja/individu yang ada, namun sering kali kita melihat dan mendengar keluahan bahwa stagnasi bahkan mundurnya sebuah bisnis akibat dari tidak menempatkan/mempekerjakan orang yang tepat, sehingga proses delegasi dalam bisnis akan bermasalah dan berdampak kepada usaha secara keseluruhan.

Melihat kepada dunia pendidikan saat ini memang menimbulkan keyakinan terhadap output SDM yang berkualitas dengan kompetensi terbaik, namun jika kita lebih melihat dengan teliti dan seksama maka dunia pendidikan saat ini menjelma menjadi sebuah mesin lotere yang menawarkan hadiah besar namun sangat sering memberikan kehancuran bagi penggunanya, lihatlah hingar bingar pendidikan yang menawarkan jasa pendidikan berkualitas, spesialis dan murah, Sungguh? Seperti jebakan ketika hasil pendidikan tersebut menghasilkan pengguna ijazah palsu, lulusan tidak berkopetensi dll. Pendidikanlah yang menghambat binis jawabannya , dunia bisnis sangat butuh SDM yang mampu memandang sejauh galaxy dan mampu berlari secepat cahaya dan dapat bertahan ditengah badai gurun, sehingga diperlukan alat dan cara untuk menemukan SDM tersebut.
Sikap adaptif sangat perlu untuk mendapatkan SDM yang baik dengan mengikut sertakan teknologi dalam prosesnya sehingga muncul variasi dan kreasi dan menyingkirkan pola lama yang ketinggalan zaman seperti dengan Kolusi dan Nepotisme yang masih marak disekitar kita, apabila mejalankan pola Kolusi dan Nepotisme tadi maka pelaku usaha memang sudah menerima resiko kehancuran dan kemunduran yang akan terjadi.
Sebagai contoh pembangunan dan pengelolaan SDM pada perusahaan adalah :

PETA UNTUK PERUSAHAAN ANDAL

Ambil contoh Samsung Electronics. Sudah dua tahun ini Samsung memanfaatkan dan mengikuti pengelolaan SDM  untuk membantu karyawan mengenal diri mereka dan menentukan langkah selanjutnya. Dapat dikatakan, Samsung mengggunakannya untuk penunjuk arah pengembangan organisasi dengan melihat potensi yang ada. Mereka mendapatkan masukan tentang gaya kepemimpinan pegawai dan bagaimana memanfaatkan potensi mereka secara efektif dan efisien.

Pengelolaan/manajemen SDM berperan dan menjalankan fungsinya untuk membantu tiap individu agar memahami perbedaan, gaya kepemimpinan, dan potensi yang ada dalam dirinya. Transformasi beranjak dari hasil itu. Dan perlu dicatat, hampir dapat dikatakan tiap pemegang kunci transformasi belum pernah bekerja sama sebelumnya. Transformasi itu bisa berjalan dengan baik. Ada kesepahaman antar-individu dan departemen. Mereka bekerja dengan pemahaman yang sama dan melaksanakan tugas sesuai dengan kemampuan mereka. Perbedaan jarak karena luasnya wilayah tidak menjadi soal.

MENJAUHKAN PENGHALANG WALAU ITU MASIH DIDEKAT KITA.

Karakter leader akan menjadi bagian penting dalam budaya kerja, apabila salah menempatkan dan mendelegasikan tongkat kepemimpinan maka budaya kerja akan menjadi penghalang yang akan menghancurkan usaha yang sudah ada, kadang hanya mengenal karakter tanpa melihat kompentensi seseorang menerima kepercayaan , amanah akan terjaga tapi hasil kerja akan menjadi maklum bagi pemberi pekerjaan/amanah.
Buanglah sikap yang mengedepankan pendekatan emosional dan beralihlah kepada pendekatan kemampuan masing-masing pekerja, namun jangan pecat mereka para pengguna emosional untuk pekerjaannya karena usaha butuh penyeimbang tapi bukan beban.

BUAT PILIHAN

memastikan fit tepat untuk tim-dengan cara mencocokkan individu untuk nilai-nilai organisasi yang diperlukan dan budaya Memberikan konsistensi proses untuk rekrutmen dan seleksi yang sesuai serta mendukung fit-to-peran dengan menunjukkan elemen sukses sebelum pemilihan
Mengidentifikasi potensi tinggi di awal karir, untuk pengembangan prrestasi kandidat, kompetensi, dan pengetahuan teknis semua perlu dinilai, sedangkan pemeriksaan referensi sering menambah kompleksitas tanpa selalu menambahkan nilai. Sebuah proses seleksi yang kuat harus merampingkan cara menentukan fit individu untuk peran, tim dan budaya. Proses ini juga harus memberikan informasi bermanfaat tentang cara pribadi atribut membantu atau menghalangi keberhasilan sekali dalam peran, tim dan organisasi.
 
MEMBANGUN INTEGRITAS

Menciptakan dan membentuk motivasi individu menjadi driver dan preferensi pekerjaan untuk integrasi awal yang akan membantu membangun budaya dan hubungan kerja dari seluruh karyawan yang akan memungkinkan peraihan hasil/produktivitas yang baik dan tinggi serta akan memberikan umpan balik pagi manajemen.

KERJA SAMA

1)    Berfokus pada tim yang diperlukan untuk memberikan kemudahan dan  percepatan hasil pekerjaan mereka dengan mengidentifikasi kekuatan tim dan daerah untuk melihat keluar untuk
2)    Menyediakan bahasa umum untuk membantu tim dengan komunikasi, umpan balik dan isu-isu yang berkaitan dengan kinerja tim akan bisa lebih transparan serta membangun
3)    Memperkuat tim dan hubungan individu dengan  pemahaman dengan membentuk tim maka akan memudahkan untuk menjadi good to great.






Senin, 11 Januari 2016

KAWASAN HUTAN DAN ALIH FUNGSINYA



Pengertian dari Hutan Produksi (HP) adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan. Hutan Produksi tersebut terdiri dari 3 jenis yaitu.

a)    Hutan Produksi Tetap
b)    Hutan Produksi Terbatas
c)    Hutan Produksi yang Dapat dikonversi

Pengertian Hutan Produksi yang dapat dikonversi adalah kawasan hutan yang secara ruang dicadangkan untuk digunakan bagi pembangunan diluar kegiatan kehutanan. Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa cara kawasan hutan dan diantaranya diketahui dengan pelepasan kawasan hutan dan tukar menukar kawasan hutan.
1. Pengertian pelepasan kawasan hutan adalah perubahan peruntukan kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi menjadi bukan kawasan hutan.
2.    Pengertian tukar menukar kawasan hutan adalah perubahan kawasan hutan produksi tetap dan/atau produksi terbatas menjadi bukan kawasan hutan, yang diimbangi dengan memasukan lahan pengganti yang dari bukan kawasan hutan menjadi kawasan hutan.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan menjelaskan sebagai berikut.
A.    (Pasal 2) perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan dilakukan untuk memenuhi tuntutan dinamika pembangunan nasional serta aspirasi masyarakat dengan tetap berlandaskan pada optimalisasi distribusi fungsi, manfaat kawasan hutan secara lestari dan berkelanjutan, serta keberadaan kawasan hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran yang proposional.
B.    (Pasal 5) perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan sebagaimana pasal 2 ditetapkan oleh Menteri dengan didasarkan pada hasil penelitian terpadu.
Tukar menukar kawasan hutan dapat dilakukan untuk .
1.    Pembangunan diluar kegiatan kehutanan yang bersifat permanen
2.    Menghilangkan enclave dalam rangka memudahkan pengelolaan kawasan hutan
3.    Memperbaiki batas kawasan hutan
Untuk jenis pembangunan diluar kegiatan kehutanan yang bersifat permanen harus ditetapkan oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan Menteri terkait, sementara untuk lahan pengganti harus memenuhi persyaratan yaitu
-          Letak, luas dan batas lahan pengganti harus jelas
-          Letaknya berbatasan langsung dengan kawasan hutan
-          Terletak dalam daerah aliran sungai, pulau dan/atau provinsi yang sama
-          Dapat dihutankan kembali dengan cara konvensional
-          Tidak dalam sengketa dan bebas dari segala jenis pembebanan
-          Rekomendasi dari gubernur dan bupati/walikota.
Yang dikatakan dengan diluar kegiatan kehutanan yang bersifat permanen salah satunya adalah perkebunan (sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan nomor P.41/Menhut-II/2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan nomor P.32/MENHUT-II/2010 tentang Tukar Menukar Kawasan Hutan)
Proses Permohonan Tukar Menukar Kawasan Hutan.
1.    Dalam proses tukar menukar kawasan hutan pemohon harus mengajukan permohonan kepada menteri dengan sesuai persyaratan administrasi dan teknis
2.    Permohonan dibuat oleh pimpinan badan usaha dengan tembusan kepada sekretaris jenderal, direktur jenderal dan direktur jenderal Bina Usaha Kehutanan
3.    Permohonan dilengkapi syarat administrasi;
a.    Permohonan yang dilampiri peta lokasi kawasan hutan dan peta usulan pengganti dengan skala minimal 1 : 100.000
b.    Izin lokasi dari Bupati/Walikota/Gubernur
c.    Izin usaha
d.    Rekomendasi gubernur dan bupati/walikota dengan pertimbangan teknis dari kepala dinas provinsi dan/atau kepala dinas kabupaten/kota
e.    Pernyataan untuk tidak mengalihkan kawasan hutan kepada pihak lain dan kesanggupan memenuhi ketentuan perundang-undangan
f.     Untuk Badan Usaha poin e harus dalam bentuk Akta Notaris
g.    Profil Badan Usaha
h.    NPWP
i.      Akta Pendirian berikut perubahannya
j.      Laporan Keuangan 2 tahun terakhir yang telah diaudit oleh Akuntan Publik 
4.    Permohonan dilengkapi syarat teknis
a.    Proposal , rencana teknis atau rencana induk termasuk rencana lahan pengganti  dan reboisasi/penanaman
b.    Pertimbangan teknis dari Dirut Perhutani apabia lahan terdapat dalam wilayah perhutani
c.    Hasil penafsiran citra satelit 2 tahun terakhir atas kawasan hutan yang dimohon  dan kawasan pengganti yang dilengkapi dengan surat pernyataan dari pemohon bahwa hasil penafsiran dijamin kebenarannya.
(Permenhut Nomor P.32/Menhut-II/2010 tentang Tukar Menukar Kawasan Hutan)

TAHAPAN PROSES TUKAR MENUKAR KAWASAN HUTAN
A.    Pemohonan tukar menukar kawasan hutan yang memuat kawasan hutan yang dimohonkan dan lahan penggantinya
B.    Penelitian oleh tim terpadu
C.   Persetujuan prinsip dari menteri
D.   Berita acara tukar menukar yang ditanda tangani Direktur Jenderal Planologi Kehutanan atas nama Menteri
E.    Penunjukan lahan pengganti oleh Menteri
F.    Penataan batas kawasan hutan yang dimohon dan lahan pengganti (oleh TIM Panitia Tata Batas Kawasan Hutan)
G.   Penetapan lahan pengganti menjadi kawasan hutan dan pelepasan kawasan hutan oeh Menteri.
Anggota Tim Terpadu:
1.    LIPI
2.    Kementerian Lingkungan Hidup
3.    Perguruan Tinggi
4.    Kementerian Pekerjaan Umum
5.    Kementerian Kehutanan
6.    Kementerian Dalam Negeri
7.    Pemerintah Daerah Prov/Kab/kota
8.    Instansi lain yang ditunjuk.

Entri Populer